::
Start
Windows 8 SM Versi 3
Shutdown

Navbar3

Search This Blog

welcome

Selasa, 19 November 2013

Cara Mengelola Arsip Akuntansi Agar Rapi dan Efektif

Bagi yang sudah bekerja, pasti pernah dipusingkan oleh urusan arsip. Khususnya di akuntansi, mengelola arsip adalah tantangan tersendiri—thus butuh keterampilan (dan kecerdasan) khusus. Bagaimana caranya mengelola arsip akuntansi agar menjadi rapi dan efektif? Itu yang ingin saya share lewat tulisan ini.
Arsip, mungkin terdengar spele. Sesungguhnya sangat vital, khususnya dalam pekerjaan akuntansi (tidak tahu di wilayah lain)—bahkan bisa berpengaruh langsung terhadap kinerja kita.

Mengapa Pengelolaan Arsip Akuntansi Penting, Seberapa Penting?

Ya, saya tahu semua kantor juga punya dokumen dan arsip. Tetapi dokumen dan arsip di akuntansi dan keuangan sedikit agak berbeda—sehingga diperlukan pengelolaan yang khusus.
Apa istimewa (atau kekhususan) arsip akuntansi dan keuangan—jika dibandingkan dengan arsip-arisp lain?
Arsip akuntansi bersifat lebih sensitif dibandingkan dengan arsip-arsip lainnya. Sensitif karena beberapa alasan berikut ini:
1. Arsip akuntansi adalah arsip transaksi uang (bersifat monetary) – Meskipun tidak semua transaksi yang dicatat dalam akuntansi berupa kas (uang), semuanya akan berujung pada uang, setidak-tidaknya bisa dikonversikan ke dalam nilai uang. Artinya bisa menimbulkan kerugian langsung dalam bentuk uang jika salah kelola.
Misalnya: Berdasarkan nota yang diterima, anda mengakui adanya pembelian barang persediaan di Toko ABC sebesar Rp 50,000,000. Meskipun tidak langsung dibayar saat itu juga, karena pembelian kredit, tetap saja suatu saat nanti—bila sudah jatuh tempo—harus dibayar dalam bentuk kas (uang). Dan barang yang anda akui dalam pembelian tersebut juga bisa dikonversikan menjadi uang (persediaan dijual).
2. Arsip akuntansi menyangkut hak dan kewajiban pihak lain – Nyaris semua transaksi yang dicatat dan dilaporkan, dalam proses akuntansi, menyangkut hak dan kewajiban pihak lain. Artinya, kesalahan dalam proses pencatatan dan penyajian laporan keuangan berdampak langsung terhadap hak-dan-kewajiban pihak lain. Jika terjadi perselisihan (ketidaksepakatan), di kemudian hari, maka satu-satunya yang menjadi dasar dalam menyelesaikan masalah adalah arsip yang berupa bukti transaksi.
Misalnya: Melanjutkan contoh di atas. Pengakuan pembelian secara kredit, artinya: perusahaan berhak menerima barang di satu sisinya, dan berkwajiban untuk membayar utang di sisi lainnya. Di sisi lainnya, Toko ABC berhak untuk menerima pembayaran (bila utang sudah jatuh tempo) dan berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dibeli.
3. Akuntansi hanya mengakui transaksi yang didukung oleh bukti – Karena pertimbangan pertama dan kedua di atas, maka akuntansi hanya mengakui (mencatat) transaksi-transaksi yang didukung oleh bukti transaksi (entah itu dalam bentuk nota, invoice, akte sewa, dan lain sebagainya)—yang selanjutnya diarsipkan. Artinya setiap angka yang ada di “buku besar” dan ‘laporan keuangan” harus didukung oleh arsip bukti transaksi. Jika dibalik maka, setiap 1 lembar arsip adalah bukti transaksi—yang jika hilang akan membuat pengakuan atas transaksi tersebut menjadi tidak valid (sah) secara akuntansi. Ini akan sangat terasa ketika menjalani proses audit—terutama oleh pihak eksternal (auditor eksternal atau pajak).
Misalnya: Masih menggunakan contoh yang sama. Atas pembelian persediaan tersebut anda mengakui utang sebesar Rp 50,000,000, misalnya. Angka tersebut dikatakan valid secara akuntansi hanya bila didukung oleh nota pembelian (invoices) yang menunjukan angka yang sama, yaitu Rp 50 juta.
4. Diwajibkan oleh aturan (perpajakan) - Peraturan perpajakan secara tegas mengatur bahwa perusahaan (selaku wajib pajak) wajib menyimpan arsip data keuangan yang dijadikan dasar dalam penyusunan laporan keuangan fiskal yang disertakan dalam surat pemberitahuan pajak tahunan.
Dari keempat alasan di atas jelas terlihat betapa pentingnya arsip dalam pekerjaan akuntansi. Sayangnya saya masih sering menemukan arsip staf accounting yang tidak rapi atau tidak efektif, yang berantakan mirip kapal pecah juga ada.
Apa Penyebab Arsip Tidak Rapi? Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa mengelola arsip adalah pekerjaan yang super-sulit, tetapi juga tidak mau menyepelekan. Pengalaman saya pribadi menunjukan:
  • Begitu banyak kasus sederhana menjadi pelik, tak terpecahkan, gara-gara arsip hilang.
  • Pekerjaan akuntansi yang mestinya bisa dirampungkan dengan cepat, menjadi lama—bahkan mungkin tak kunjung selesai—gara-gara arsip yang sulit ditemukan.
  • Di akhir hari kerja, saya masih sering menemukan meja-meja yang ditimbuni oleh tumpukan-tumpukan kertas. Bahkan tidak sedikit kertas yang ‘ngendon’ di dalam laci dan kolong meja berbulan-bulan.
 Saya percaya akuntan dan staff accounting tahu persis betapa pentingnya arsip yang rapi, dalam pekerjaan akuntansi dan keuangan. Arsip berantakan tidak timbul begitu saja, melainkan ada penyebabnya. Sejauh yang pernah saya lihat, penyebab utamanya adalah overload pekerjaan utama—entah karena rasio ‘volume pekerjaan’ versus ‘jumlah-staf’ yang tidak seimbang; atau karena kekurangcakapan dalam mengelola pekerjaan sehingga menjadi overload—yang pada akhirnya membuat proses pengarsipan menjadi terabaikan atau dilakukan sekedarnya saja.
Arsip tidak rapi, jika tidak ditangani secepatnya bisa berpengaruh buruk terhadap kinerja.

Arsip Yang Tidak Rapi Berpengaruh Buruk Terhadap Kinerja

Disadari atau tidak (dalam banyak kasus seringkali tidak disadari), arsip yang berantakan berpengaruh buruk terhadap kinerja—individu atau team—perlahan namun pasti, bahkan bisa menjadi sangat buruk. Saya menyebut ini dengan istilah “fenomena spiral menurun”. Konkretnya, bisa saya ilustrasikan dengan contoh kasus sbb:
Awalnya, Mira (seorang staf accounting) dilanda overload—volume pekerjaannya lebih banyak dibandingkan kemampuannya menyelesaikan. Akibatnya, Mira tidak sempat menata arsip.
Dua bulan berlalu, arsip kian bertebaran dimana-mana—hingga Mira sendiri sudah tidak tahu lagi arsip apa disimpan dimana. Dampak yang paling dirasakan setiap kali atasan meminta bukti transaksi, Mira terpaksa menghentikan pekerjaan utamanya.
Karena seringnya menghentikan pekerjaan utama (saat mencari arsip), laporan yang dibuat oleh Mira menjadi sering tidak tepat-waktu. Kualitas laporannyapun kian lama kian tidak akurat—semakin sering melakukan kesalahan. Akibat langsung dari ini, atasannya jadi sering marah-marah.
Karena sering mendapat teguran, Mira jadi sering merasa suntuk. Semakin suntuk, semakin Mira tidak bisa fokus, sehingga kinerjanya terus merosot. Karena kinerja merosot, saat penilaian kinerja tiba, hasil review menunjuka score yang buruk dan tidak memperoleh kenaikan gaji.
Mendapati kenyataan pahit itu, Mira makin meradang. Nota-pun menjadi semakin tidak pernah diurus—hingga kian lama kian menggunung. Saking penuhnya meja kerja, Mira sampai kesulitan untuk mencari bukti transaksi di hari yang sama—yang mestinya masih mudah untuk ditemukan. Tentu atasan Mira menjadi kian sering marah-marah. Semakin sering kena marah, Mira semakin kecewa, semakin tidak berinisiatif, semakin tidak peduli, kinerjanya semakin ngawur. Akhir cerita ini bisa ditebak. Ya, Mira dikeluarkan (di PHK).
Nah, itu yang saya sebut dengan istilah “fenomena spiral menurun”. Bukan hanya di wilayah kerja, fenomena yang sama bisa terjadi di setiap lini kehidupan. Misalnya:
  • Kehidupan pribadi – Karena diputusin pacar, jadi peminum alkohol, sering mabuk. Karena sering mabuk, maka menjadi nampak buruk di mata gadis-gadis, sehingga semakin dijauhi. Bahkan sahabat dekatpun menjauh satu-per-satu. Merasa diacuhkan dan kesepian, jadi frustrasi, lalu ngobat, dan seterusnya (silahkan dilanjutkan sendiri).
  • Kehidupan bisnis – Pengelolaan operasional perusahaan yang tidak efektif membuat kondisi keuangan perusahaan menjadi terganggu. Kondisi keuangan terganggu membuat pengusaha terpaksa mengurangi skala operasional perusahaan, mengurangi jumlah staf, mengurangi penggunaan fasilitas (mesin dan alat), akibatnya mutu produk yang dihasilkan memburuk, pasar semakin menyempit, respon pasar semakin buruk, kondisi keuangan semakin memburuk, dan setrusnya (silahkan dilanjutkan sendiri).
Celakanya, kebanyakan orang butuh waktu yang relative lama untuk menyadari fenomena spiral menurun ini—bahkan tak sedikit yang tidak pernah menyadarinya hingga makin terpuruk. Semoga itu tidak akan pernah terjadi pada kita.

Apakah Arsip Anda Tergolong Rapi dan Efektif?

Meungkin pertanyaan ini terkesan mengintimidasi, tapi maksud saya bukan begitu. Justru saya sangat berharap mudah-mudahan arsip anda super rapi dan efektif.
Sekedar sharing. Sepanjang karir saya (dengan beragam tingkat kecapakan dan karakter staff), hanya 2 kali pernah punya staf yang arsipnya sungguh-sungguh rapi dan efektif, yaitu: seorang Accounts Payable Accountant (wanita) dan seorang Accounting & Financial Manager (laki-laki)—yang tadinya seorang Chief Accountant lalu memperoleh promosi jabatan untuk menggantikan posisi saya.
Selain kedua staf itu, ada saja masalahnya di arsip:
  • Arsip rapi (tidak ada kertas di meja) TETAPI tidak efekif (butuh waktu lama untuk menemukan arsip yang saya inginkan).
  • Yang mejanya seperti kapal pecah sudah pasti tidak efektif—terutama ketika mencari arsip transaksi di periode berbeda.
  • Ada juga yang arsip fisiknya rapi dan efektif, sayang asip digitalnya yang berantakan. Tak sedikit juga yang sebaliknya.
Oke. Ada semacam persepi keliru yang lumrah beredar di dunia kerja—termasuk di akuntansi, yaitu: “Orang yang mejanya penuh kertas adalah orang yang produktif, selalu sibuk”. Saya tidak melihat itu ada korelasinya. Yang ada, menurut saya, meja seperti kapal pecah karena overload pekerjaan atau memang karakter orangnya yang berantakan.
Ada juga anggapan yang menyebutkan bahwa, “meja berantakan bukan berarti pekerjaannya berantakan”. Yang ini saya tidak bantah. Karena diantara staf yang mejanya selalu berantakan, tak sedikit yang pekerjaannya selalu tereksekusi dengan rapi dan tuntas. Hanya saja, sekalilagi hanya saja, khusus di accounting arsip adalah vital—tidak boleh dikompensasikan dengan hal lain.
Bagaimana saya tahu file staf rapi atau tidak?
Jujur saja, saya tidak pernah memeriksa file semua orang satu-per-satu. Kerapian dan keefektifan arsip bisa saya ketahui dari 2 hal:
1. Kondisi meja saat mereka meninggalkan kantor – Mereka yang arsipnya rapi, bisa dilihat dari rapi-atau-tidaknya meja mereka saat pulang kerja. Saya memiliki kebiasaan memeriksa meja staf setiap pulang kerja. Walaupun meja saya selalu tanpa kertas, saya tidak menuntut setiap staf melakukan hal yang sama, karena itu bukan hal yang mudah. Kondisi meja yang ideal menurut saya: ada file-tray dimana tersimpan 1-5 lembar file di dalamnya dan stationary secukupnya. Kertas ini saya identifikasi sebagai file atas ‘masalah-belum-tuntas-perlu-followup-di-hari-berikutnya’. Selebihnya meja harus bersih hingga ke laci—semua file tersimpan rapi di folder (bukan di atas meja atau di dalam laci), sebagai indikasi bahwa masalahnya sudah tertangani hingga tuntas.
2. Kecepatan menyediakan arsip – Arsip rapi itu penting. Meja bersih itu penting—untuk kenyamanan kerja. Tetapi arsip rapi dan meja bersih saja, tidak cukup. Arsip harus efektif—mudah ditemukan saat diperlukan. Kecepatan menemukan arsip adalah super-penting di dunia kerja manapun. Terlebih-lebih di accounting, aktivitas menyediakan data/informasi adalah bagian dari pekerjaan yang terjadi setiap hari (jika tidak setiap jam). Seseorang (staff atau manager) yang menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menemukan sebuah file, adalah sangat tidak efisien, tugas utamanya banyak terbengkalai dan ini buruk. Menemukan file hanya langkah awal, jauh lebih penting adalah menyelesaikan pekerjaan dan memecahkan masalah. Mereka yang arsipnya rapi dan efektif hanya butuh waktu:
  • 3 menit untuk menyediakan file transaksi di periode berjalan; atau
  • 6 menit untuk file transaksi di periode berbeda (sebelumnya).
Mengapa 3 menit untuk periode berjalan dan 6 menit untuk periode sebelumnya?
  • 1 menit untuk query data base (di computer), biasanya dengan menelusuri data transaksi di accounting software. Misalnya: saya minta file nota#665 dari supplier PT. ABC. Anda masuk ke modul ‘accounts payable” lalu search nota#665; atau masuk ke vendor (supplier) list, lalu search PT. ABC, temukan nota#665. Dapatkan nomor transaksinya. Ini hanya butuh waktu 1 menit.
  • 2 atau 5 menit untuk mencari file fisik di folder/cabinet. Dengan menggunakan nomor transaksi yang sudah anda temukan di file digital/data base, anda langsung tahu dimana letak arsip fisiknya. Jika arsip fisik rapi, maka anda hanya butuh waktu 2 menit untuk menemukan file di periode berjalan atau 5 menit untuk file di periode sebelumnya.
Lebih dari itu, sudah merupakan indikasi bahwa arsip (entah yang digital atau fisik) pasti tidak beres, alias tidak efektif, bisa jadi berantakan. Staf yang butuh waktu lebih dari 5 menit untuk menyediakan file, biasanya saya datangi ke mejanya—sekalian melihat kenapa dia butuh waktu selama itu. Dan bisa saya pastikan, arsipnya tidak rapi, tidak efektif.
Yang memerlukan data/informasi/file tidak selalu atasan, bisa jadi rekan kerja atau diri-sendiri, dan itu bisa terjadi beberapakali dalam satu hari kerja. Sehingga, sekalilagi, pengarsipan yang rapi dan efektif adalah super-penting di accounting.
Nah, jika anda sudah bekerja coba hitung, berapa menit waktu yang anda butuhkan untuk menyediakan arsip file (fisik)? Dari sana anda bisa nilai sendiri seberapa rapi dan efektif arsip anda. Jika tidak cukup rapi dan efektif, saya ada tips yang mungkin bisa anda implementasikan sendiri.

Cara Mengelola Arsip Agar Rapi dan Efektif

Bagi anda yang arsipnya sudah rapi dan efektif, saya yakin pekerjaan utama anda pastinya cukup lancar. Bagi yang belum, berikut adalah cara mengelola arsip akuntansi agar rapi dan efektif, yang saya bagi menjadi 2 kelompok:

A. Arsip Digital (di komputer)

Jika menggunakan software akuntansi tertentu, jumlah arsip digital anda pastinya tidak terlalu banyak—karena semua data tersimpan dalam satu file database yang tertata secara otomatis mengikuti setting software yang digunakan. Yang penting anda perhatikan adalah:
  • Kenali dan buat diri anda terbiasa/familiar terhadap interface (antar-muka) setiap modul yang anda butuhkan. Misal: jika anda A/P Accountant, maka kuasai interface modul A/P (dan modul-modul terkait) dengan baik, sehingga anda bisa melakukan aktivitas di sana dengan sangat cepat, termasuk aktivitas mencari transaksi tertentu—entah dengan melakukan ‘drill-down’ atau menggunakan fasilitas ‘search’. Jika ada fasilitas short-cut, biasakan untuk menggunakannya.
  • Selalu menyertakan nomor/referensi transkasi saat input data—entah itu berupa nomor invoice, nomor PO, nomor check, dan lain sebagainya. Ini penting untuk memudahkan proses pencarian nantinya. Rata-rata software akuntansi dewasa ini sudah mengenerate nomor kode transaksi referensi secara otomatis, tetapi anda masih perlu memasukan nomor referensi yang tercantum di file kertasnya ke dalam system. Misal: nomor invoice/nota, nomor PO, nomor check, dan lain sebagainya. Adakalanya nota yang anda terima tanpa nomor, anda bisa membuat nomor sendiri yang penting berurut dan uniq (tidak boleh sama antara satu transaksi dengan transaksi lainnya), tulis di atas file kertasnya, lalu input.
  • Input data transaksi dalam format yang logis dan konsisten. Ini penting untuk memudahkan anda melakukan pencarian nantinya. Khususnya di keterangan transaksi (‘description’) dan di field ‘notes’. Misalnya: Anda biasa memasukan kode item, nama barang, dan spesifikasi. Maka, gunakan susunan itu secara konsisten. Jika ada nomor referensi tertentu (misal: No surat jalan, nomor AWB/BL, No PEB, No PIB, payment term, dan lain sebagainya) yang bisa anda ikut sertakan, maka sertakan juga secara konsisten.
Jika anda masih menggunakan spreadsheet (Ms Excel misalnya), maka mengelola arsip digital menjadi sedikit lebih sulit dibandingkan software akuntansi. Dalam kondisi ini anda bisa mengadopsi cara di atas. Hanya saja anda masih perlu menata file dan folder (di Ms Explorer misalnya) dengan teratur dan konsisten. Berikut beberapa hal yang perlu anda perhatikan:
  • Beri nama folder yang khas mendeskripsikan isi file yang tersimpan di dalamnya. Misal: Jika isinya file/data sales invoice, maka beri nama “SALES INVOICE”.
  • Beri nama file yang khas (berisi penanda tertentu) yang bisa dikenali dengan mudah. Misalnya: dengan menyertakan nomor referensi dan tanggal invoice “Inv005-121015” untuk invoice nomor 005 tertanggal 15 Okt 2012.
  • Jangan pernah mencampuradukan beberapa jenis file berbeda dalam satu folder (misalnya: vendor dengan customer dengan fixed asset, dll)—sekali anda melakukannya, maka lama-lama isi folder anda akan seperti hutan belantara. Usahakan satu folder satu jenis file.
Itu hanya beberapa tips dan contoh. Anda bisa menggunakan cara anda sendiri. Yang paling penting, semua itu anda lakukan untuk memudahkan proses pencarian jika sewaktu-waktu anda atau orang lain butuh.

B. Arsip Fisik (di atas Kertas)

Sampai saat ini kita (di akuntansi) masih banyak menggunakan file/dokumen di atas kertas (bukti fisik) untuk setiap transaksi. File di atas kertas masih dianggap sebagai satu-satunya bukti transaksi yang sah oleh pihak lain (kantor pajak, bank, bea cukai, customer, vendor, termasuk auditor). Untuk itu, anda butuh cara mengelola arsip fisik agar rapi dan efektif.
Berikut adalah 2 teknik penyusunan arsip fisik yang paling lumrah digunakan:
Beradasarkan Nama customer dan Nama Vendor – Teknik ini adalah teknik paling klasik yang banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan yang masih mengandalkan arsip fisik sepenuhnya, biasanya UKM atau toko-toko kecil. File di simpan di dalam folder-folder yang diberi label nama vendor dan customer—tak peduli transaksi itu masuk kea kun mana di dalam journal. Di dalam folder, kemudia file di susun secara berurutan berdasarkan tanggal. Misalnya: Setiap nota dari toko ABC di simpan ke dalam folder yang diberi label “TOKO ABC”. Setiap nota tagihan/invoice ke PT. Rajawali disimpan dalam folder yang diberi label “PT. RAJAWALI”.
Berdasarkan Jenis Akun – Teknik ini termasuk cukup banyak diadopsi, bahkan mungkin paling banyak. File disimpan ke dalam folder-folder yang diberi label nama akun. Di dalam folder, kemudia file di susun secara berurutan berdasarkan tanggal transaksi. Misal: Semua transaksi “Utang” (accounts payable) disimpan di sebuah folder yang diberi label “Utang”. Semua transaksi yang berhubungan dengan “fixed asset” di dalam folder yang diberi label “FIXED ASSETS”. Semua file berhubungan dengan PPh disimpan di dalam folder yang diberi nama “PPh”.
Mana yang lebih efektif?
Tergantung dari cara orang-orang yang membutuhkan data/informasi berkomunikasi dengan anda. Misalnya:
  • Jika atasan anda biasanya minta arsip dengan mengatakan “Tolong kasi saya nota dari PT. XYZ nomor 225”, maka teknik pertama menjadi lebih efektif dibandingkan dengan teknik kedua, karena anda bisa langsung membuka folder “PT. XYZ”, lalu mencari nomor invoice yang diminta.
  • Jika atasan anda biasanya minta arsip dengan mengatakan ‘Tolong carikan saya nota pembelian pensil tanggal 10 oktober 2012”, maka teknik kedua menjadi lebih efektif, karena anda bisa langsung membuka folder “OFFICE SUPPLIES” lalu mencari tanggal yang dimaksud.
Hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah ketika yang membutuhkan informasi atau data adalah pihak luar, misalnya: auditor dari kantor pajak atau auditor eksternal. Mereka jelas tidak tahu nama vendor. Oleh karenanya, mereka pasti minta data/informasi dengan merujuk nomor transaksi (mungkin plus nama akun). Untuk situasi ini, tentunya teknik kedua lebih efektif.
Teknik mana yang anda gunakan/sukai?” mungkin ada yang ingin bertanya seperti itu.
Saya tidak menggunakan teknik pertama maupun kedua. Saya lebih suka teknik pengarsipan yang sederhana: File disimpan di folder-folder yang diberi label nomor transaksi (tanpa nama akun atau nama vendor/customer). Misalnya: Folder “000001 s/d 000525” berisi arsip transaksi nomor 000001 sampai dengan 000525. Konsekwensinya:
  • Semua staf harus sangat familiar dengan fitur-fitur yang ada dalam software akuntansi yang digunakan. Staf baru harus diberikan training penggunaan software, hingga terbiasa.
  • Setiap fitur, dalam software akuntansi yang digunakan harus tersetup lengkap—sehingga bisa menampung data/informasi sampai ketingkat yang paling detail. Misalnya: vendor register harus diisi lengkap.
  • Setiap fitur harus bertautan (linked) dan bisa drill-down ke fitur lain yang terkait—sehingga setiap data bisa ditelusuri dari berbagai fitur. Misal: fitur “Accounts Payable” harus terhubung dengan fitur “Vendor Register” dan “Receipt of Goods”—sehingga untuk mencari nomor invoice/nota tertentu bisa darimanapun diantara ketiga fitur tersebut.
Mengapa demikian? Sebab setiap pencarian arsip file dimulai dengan melakukan penelusuran di dalam data base software, baru kemudian dilanjutkan dengan pencarian arsip fisik. Misalnya: Saya butuh slip bank pelunasan atas tagihan PT. XYZ dengan nomor invoice 252. AP Accountant tinggal masuk ke modul AP, lalu memasukan query invoice nomor 252, muncul data transaksi terkait dengan invoice 252 lengkap dengan nomor transaksi. Dengan menggunakan nomor transaksi AP Accountant bisa menemukan folder arsip fisiknya yang sudah disusun secara berurutan.
Tehnik manapun yang anda gunakan tidak masalah, sepanjang anda bisa disiplin dan punya cukup waktu untuk melakukan pengarsipan. Sebaliknya, jika anda tidak cukup disiplin atau tidak punya cukup waktu maka teknik apapun tidak akan efektif.
Saya percaya bahwa setiap accountant dan staff accounting, pada umumnya, cenderung disiplin. Hanya saja ketidakcapakan dalam mengelola pekerjaan dan waktulah yang sering menjadi masalah sesungguhnya.
Bagaimana caranya mengelola waktu antara menjalankan pekerjaan utama dan melakukan pengarsipan?

Cara Menjaga Agar Arsip Tetap Rapi Ditengah-tengah Kesibukan

Bagi yang sudah bekerja tentu sudah tahu bahwa, pekerjaan akuntansi itu sendiri sudah menguras waktu, energi dan perhatian—terus berlangsung seolah tak ada habisnya—sehingga aktivitas pengarsipan menjadi sering tertunda atau bahkan tak tersentuh samasekali. Dan, seperti sudah saya contohkan dalam kasus Mira, bisa berakibat buruk.
Jika anda mengalami situasi ini, anda butuh usaha ekstra untuk bisa menjaga agar arsip tetap rapi—tanpa menganggu pekerjaan utama. Berikut adalah teknik yang saya gunakan—dan mungkin bisa anda coba:
1. Jangan pernah membiarkan selembar kertaspun di atas meja. Caranya, sederhana;
(a). Jangan pernah mencetak apapun, kecuali akan langsung disimpan di folder atau dikirimkan ke pihak lain (supplier/pelanggan/departemen lain). Untuk keperluan sendiri anda bisa baca di layar monitor (komputer).
(b) Untuk kertas yang datangnya dari luar, diberikan oleh pihak lain (supplier, pelanggan, atasan, bawahan, rekan kerja, dll), apapun isinya, anda HANYA punya 5 pilihan untuk menyingkirkannya dari meja:
  • Kembalikan – Jika itu bukan untuk anda, tidak anda butuhkan, mengandung kesalahan, perlu anda review dan tandatangan. Lakukan dengan cepat. Jangan ditunda.
  • Lewatkan ke meja orang lain – Jika itu pekerjaan bersama, kerjakan porsi anda, selebihnya lewatkan ke meja orang yang harus mengerjakan berikutnya. Jika anda seorang atasan dan anda bisa mendelegasikan pekerjaan itu ke bawahan, segera lewatkan ke meja bawahan. Lakukan secepatnya. Jangan tunda.
  • Masukan ke dalam folder yang sesuai – Setelah tindakan tertentu (hitung/input ke system/minimal dibaca), segera masukan ke dalam folder yang sesuai jika memang perlu diarsipkan. Lakukan dengan cepat. Jangan ditunda.
  • Masukan ke dalam tray di atas meja – Jika anda perlu waktu lebih dari 5 menit untuk melakukan tindaklanjut, maka masukan kertas tersebut, untuk sementara ke dalam tray yang mungkin ada di ujung meja anda. Jaga, jangan sampai tray ini terisi lebih dari 5 file. Begitu tindak lanjut tuntas dilakukan, maka anda bisa menyimpannya ke dalam folder (arsip), atau di kembalika, atau dilewatkan ke meja orang lain.
  • Buang – Jika tak masuk ke dalam empat kategori di atas, pilihanyang tersisa hanya satu, yaitu: buang ke tong sampah. Selebaran, brosur, fliyer, dan kertas-kertas yang samasekali tidak ada hubungannya dengan anda, lempar ke tong sampah begitu tiba di meja anda.
Begitulah cara saya menjaga agar meja tetap bersih—tak pernah berisi kertas selembarpun. Jika bisa disiplin dan bersikap tegas, saya yakin andapun bisa melakukan itu dengan cepat, disela-sela kesibukan menjalankan pekerjaan utama. 
2. Cari waktu khusus untuk menyingkirkan kertas menumpuk
Jika terlajur banyak kertas di meja, mau tidak mau anda perlu mencari waktu khusus untuk menyingkirkannya—supaya tidak menganggu pekerjaan utama. Saran saya, lakukan pada saat tidak ada banyak orang di kantor. Misalnya:
  • Jam istirahat – Jika volumenya tidak terlalu banyak, anda bisa memanfaatkan waktu istirahat selama setengah jam. Instead of Twitteran setelah jam makan, gunakan untuk menyingkirkan kertas-kertas.
  • Malam hari – Jika anda biasa jam 5-tenggo, anda bisa minta ijin pulang terlambat—khusus untuk membersihkan meja dan membereska file-file—tentunya tidak dibayar (tidak dihitung lembur). Usahakan jangan berhenti sampai selesai.
  • Akhir pekan – Jika volume arsip yang berantakan sudah sangat banyak, mungkin ada baiknya dibereskan di akhir pekan. Datang kantor barang setengah hari, khusus fokus untuk membereska file-file dan membersihkan meja—jangan sampai tergoda untuk melakukan aktivitas lain: janga buka email, jangan buka browser—terutama sekali jangan buka media sosial (Facebook, Twitter, GPlus, dan sejenisnya).
 Setelah arsip beres dan meja sudah bersih, anda bisa mulai menerapkan cara yang pertama di atas.
Kuncinya, menurut saya, adalah disiplin dan tegas. Terutama tegas terhadap diri-sendiri, adalah sesuatu yang tidak semua orang bisa melakukannya. Kebanyakan dari kita cenderung merasa “semua kertas di atas meja seolah-olah penting”. Jika ini kesulitan yang anda hadapi, mungkin butuh waktu untuk membiasakan diri. Dengan usaha yang terus-menerus saya yakin anda bisa. Selamat mencoba. Semoga sukses.

0 komentar: